Tingkat Kejadian Stres Pada Remaja
dengan
Pola Asuh Orang Tua
2.1.1. Definisi Stres
Pada awal mulanya stres berasal dari istilah yang dipakai dalam ilmu metalurgi, dimana lempengan logam yang menahan beban timbangan dinamakan stres. Dikemudian hari kata stres ini diadopsi oleh dunia medis ketika seseorang yang mengalami gangguan syaraf, dikatakan dalam kondisi stres (Effendi, 2006). Sarafino (2008) mengartikan stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Senada dengan Sarafino, Santrock (2003) mendefinisikan stres adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stresor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya atau coping. Lain halnya dengan pendapat Hans Selye (Hawari, 2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Sedangkan Safaria dan Rahardi (2004) mendefinisikan stres adalah keseluruhan proses yang meliputi stimulasi, kejadian, peristiwa dan respons, interpretasi individu yang menyebabkan timbulnya ketegangan yang di luar kemampuan individu untuk mengatasinya.
Dari pengertian-pengertian yang telah diungkapkan diatas, maka peneliti mendefinisikan stres adalah respon individu terhadap kejadian, peristiwa, dan stimulasi yang mengancam dan mengganggu seseorang akibat tuntutan beban yang dialami seseorang dan individu tidak bisa menanganinya karena diluar kemampuannya.
2.1.2. Jenis Stres
Orang menggunakan kata stres untuk mengungkapkan pengalaman yang menyedihkan, mengecewakan, menyakitkan, dan ketakutan yang ada dalam dirinya. Tetapi pada kenyataannya ada 2 jenis stres yang terdapat pada diri manusia, yaitu eustres dan distres (Safaria dan Rahardi, 2004). Kedua jenis stres tersebut adalah :
- Eustres
Eustres adalah stres ini menimbulkan tegangan dalam hidup, tetapi dampak yang ditimbulkan menyenangkan dan diimpikan semua orang. Contoh stres ini adalah wawancara kerja, promosi kenaikan jabatan, seleksi pekerjaan. Stres ini dikatakan positif karena ketegangan yang dialami individu akan membuahkan hasil yang bermanfaat jika sudah tercapai.
- Distres
Distres muncul ketika seseorang membenci pekerjaannya, mengeluhkan berbagai tekanan hidup, dan seseorang merasa tidak berdaya dalam menjalani kehidupan (Covey, 2005). Contoh stres ini adalah di PHK dari pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai, sakit keras, dirampok, dan sebagainya.
Kedua jenis stres ini jika tidak dikelola dengan baik dan terlalu berlebihan maka akan menimbulkan dampak yang negative, seperti sakit jantung, stroke, sakit maag, migrain, kelelahan, dan kejenuhan (Safaria dan Rahardi, 2004).
2.1.3. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Stres
Sarafino (2008) menjabarkan tentang 2 aspek utama dari dampak yang ditimbulkan akibat stres yang terjadi pada manusia, yaitu :
- Aspek Biologis
Ada beberapa gejala fisik yang dirasakan ketika seseorang sedang mengalami stres, diantaranya adalah sakit kepala yang berlebihan, tidur menjadi tidak nyenyak, gangguan pencernaan, hilangnya nafsu makan, gangguan kulit, dan produksi keringat yang berlebihan di seluruh tubuh.
- Aspek Psikologis
Ada 3 gejala psikologis yang dirasakan ketika seseorang sedang mengalami stres. Ketika gejala tersebut adalah gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku.
- Gejala kognisi
Gangguan daya ingat (menurunnya daya ingat, mudah lupa dengan suatu hal), perhatian dan konsentrasi yang berkurang sehingga seseorang tidak fokus dalam melakukan suatu hal, merupakan gejala-gejala yang muncul pada aspek gejala kognisi
- Gejala emosi
Mudah marah, kecemasan yang berlebihan terhadap segala sesuatu, merasa sedih dan depresi merupakan gejala-gejala yang muncul pada aspek gejala emosi
- Gejala tingkah laku
Tingkah laku negative yang muncul ketika seseorang mengalami stres pada aspek gejala tingkah laku adalah mudah menyalahkan orang lain dan mencari kesalahan orang lain, suka melanggar norma karena dia tidak bisa mengontrol perbuatannya dan bersikap tak acuh pada lingkungan, dan suka melakukan penundaan pekerjaan.
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres
Gunawati, Hartati, dan Listiara (2006) menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stres pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Ada 6 faktor yang mempengaruhi stres mahasiswa, yaitu :
- Faktor internal mahasiswa
- Jenis kelamin
Penelitian yang dilakukan di Amerika menyatakan bahwa wanita cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan pria. Secara umum wanitamengalami stres 30% lebih tinggi daripada pria.
- Status sosial ekonomi
Seseorang yang mempunyai status sosial ekonomi menengah kebawah cenderung memiliki tingkat stres yang tinggi. Kesulitan ekonomi yang terjadi pada status sosial ekonomi menengah kebawah menyebabkan tekanan dalam hidup
- Karakteristik kepribadian mahasiswa
Karakteristik kepribadian mahasiswa yang berbeda-beda menyebabkan adanya perbedaan reaksi terhadap sumber stres yang sama. Mahasiswa yang mempunyai ketabahan lebih tinggi akan berdampak terhadap daya tahan mereka terhadap stres daripada mahasiswa yang mempunyai ketabahan lebih rendah
- Strategi koping mahasiswa
Strategi koping merupakan rangkaian respon yang melibatkan unsur-unsur pemikiran untuk mengatasi permasalahan sehari-hari dan sumber stres yang menyangkut tuntutan dan ancaman yang berasal dari lingkungan sekitar. Strategi koping yang digunakan oleh mahasiswa yang sedang menyusun skripsi dalam menghadapi stres, berpengaruh pada tingkat stresnya. Ditambahkan oleh Lazarus dan Folkman (dalam Utomo, 2008) ada 2 bentuk koping stres yang dapat dipakai oleh mahasiswa, yaitu emotional focused coping adalah usaha untuk mengatur respon emosional terhadap stres dengan merubah cara dalam merasakan permasalahan atau situasi dan problem focused coping adalah usaha untuk mengurangi atau menghilangkan stres dengan mempelajari cara-cara atau ketrampilan-ketrampilan baru untuk memodifikasi permasalahan yang mendatangkan stres yang mendatangkan stres.
- Suku dan kebudayaan
Stuart dan Sundeen (1991) mencoba menjelaskan bahwa kebudayaan mempengaruhi terhadap gangguan psikis seseorang. Karena setiap suku memiliki metode penyelesaian masalah yang berbeda.
- Intelegensi
Setiap orang mempunyai kemampuan intelegensi yang berbeda-beda. Seorang mahasiswa yang mempunyai kemampuan intelegensi yang lebih tinggi cenderung lebih tahan terhadap sumber stres karena tingkat intelegensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang di lingkungan. Mahasiswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang lebih tinggi cenderung lebih adaptif dalam menyesuaikan diri.
- Faktor eksternal mahasiswa
- Tuntutan tugas akademik (skripsi)
Seorang mahasiswa yang menganggap skripsi merupakan beban bagi dirinya dan dia berpikir bahwa tugas tersebut tidak sesuai dengan kemampuan yang ada dalam dirinya, maka mahasiswa tersebut cenderung mengalami stres
- Hubungan mahasiswa dengan lingkungan sosialnya
Hubungan mahahsiswa dengan lingkungan sosialnya meliputi dukungan sosial yang diterima dari orang tua, teman, dan para dosen. Dukungan sosial mempengaruhi motivasi mahasiswa dalam menyusun skripsi dan dukungan sosial juga dapat mengurangi stres individual yang terjadi pada mahasiswa.
2.1.5. Klasifikasi dan Pengertian Tingkat Stres
Saat muncul keadaan eksternal yang tidak diharapkan, maka seseorang dapat menilai apakah kejadian tersebut membuat seseorang dapat atau tidak menimbulkan stres. Pertama seseorang mendeteksi suatu kejadian yang berpotensial menyebabkan stres. Peristiwa tersebut dibagi menjadi tiga keadaan, yaitu: positif, netral, dan negative. Jika seseorang menilai peristiwa tersebut negative maka dicari kemungkinan adanya harm, threat, atau challenge. Lalu, seseorang menilai kemampuannya untuk melakukan coping terhadap situasi yang dihadapi dan sumber daya yang dimiliki, serta individu menilai apakah dia cukup mampu menghadapi harm, threat, dan challenge dalam peristiwa yang terjadi. Peristiwa-peristiwa tersebut kemudian akan berdampak pada aspek fisik dan aspek psikologis seseorang.
Sarafino (2008) mengklasifikasikan 3 tingkatan stres, yaitu:
1. Stres tingkat rendah, terjadi ketika seseorang dengan kemampuan lebih dari cukup untuk menghadapi situasi yang sulit, maka seseorang akan merasakan sedikit stres dan merasa tidak memiliki tantangan
2. Stres tingkat sedang, terjadi ketika seseorang merasa cukup mungkin akan kemampuannya untuk menghadapi suatu kejadian tetapi dia harus berusaha keras, maka seseorang akan merasakan perasaan stres dengan tingkatan menengah atau sedang. Pada tahap ini, seseorang masih bisa beradaptasi terhadap stresor yang dihadapi (Sarafino, 2008)
3. Stres tingkat tinggi, terjadi ketika seseorang merasakan bahwa kemampuannya mungkin tidak akan mencukupi pada saat berurusan dengan stresor dari dalam diri dan lingkungannya, maka akibatnya seseorang akan mengalami perasaan stres yang besar.
2.2. Prokrastinasi Akademik
2.2.1. Definisi Prokrastinasi Akademik
Istilah prokrastinasi pada awalnya berasal dari bahasa Latin, yaitu procrastination, dengan awalan “pro” yang berarti “mendorong maju” dan “crastinus” yang berarti “keputusan hari esok.” Jika “pro” dan “crastinus” digabungkan artinya adalah menunda sampai keesokan harinya. Orang yang suka melakukan prokrastinasi disebut procrastinator (Ferrari, 1995)
Menurut Ferrari et.al (1995) pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai sudut pandang antara lain, yaitu:
- Prokrastinasi adalah setiap perbuatan untuk menunda mengerjakan tugas tanpa mempermasalahkan tujuan dan alasan penundaan
- Prokrastinasi sebagai suatu pola perilaku (kebiasaan) yang mengarah kepada trait, penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon yang menetap seseorang dalam menghadapi tugas dan biasaanya disertai dengan keyakinan yang irrasional
- Prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, tidak hanya perilaku menunda tetapi melibatkan struktur mental yang saling terkait.
Fiore (2006, dalam Catrunada, 2008) menjelaskan secara etimologis prokrastinasi adalah suatu mekanisme untuk mengatasi kecemasan yang berhubungan dengan bagaimana cara memulai atau melengkapi suatu pekerjaan dan dalam hal membuat keputusan. Lain halnya menurut Lay prokrastinasi mengacu pada kecenderungan irasional untuk menunda tugas yang harus diselesaikan (1986, dalam Jackson, dkk, 2003).
Ferrari menjelaskan prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik, seperti tugas kuliah (Ferrari et al., 1995)
Pengertian prokrastinasi akademik menurut Tuckman (2002) adalah
“Academic procrastination is regarded as a dispositional trait that could particularly have some consequences on students whose lives are characterized by frequent deadlines.”
Penulis mencoba mengartikan ke dalam bahasa Indonesia pengertian dari Tuckman yaitu:
“Prokrastinasi akademik dipandang sebagai suatu watak yang terutama bisa memiliki konsekuensi pada siswa yang hidupnya terbiasa atau terkarakter dengan banyak tenggat waktu.”
Menurut Ferrari, dkk. (1995), prokrastinasi akademik banyak berakibat negatif, dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia. Penundaan dalam akademik lebih banyak pada tugas yang bersifat formal, seperti mengerjakan makalah atau skripsi.
Dari pengertian-pengertian diatas maka peneliti dapat mengartikan prokrastinasi akademik adalah penundaan kegiatan akademik dengan melakukan aktivitas lain yang tidak berguna sehingga pekerjaan penting tidak selesai tepat pada waktunya, membuang waktu secara sia-sia, dan digunakan untuk mengatasi kecemasan sesaat.
2.2.2. Ciri-Ciri Orang yang Melakukan Prokrastinasi
Bernard (1991) menjelaskan ciri-ciri individu yang mempunyai kecendrungan untuk berprokrastinasi. Bernard menyebut ciri-ciri ini dengan kepribadian prokrastinator atau procrastinator personality, tetapi kecendrungan-kecendrungan ini bukan merupakan gambaran kepribadian yang secara utuh, yaitu :
- Neurotism / high anxiety
Sisi negative individu untuk melakukan tindakan yang mengancam individu dalam menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan, seperti konflik, rasa frustasi, ancaman fisik maupun psikis, dan tekanan dari luar yang berada di luar kemampuan individu.
- Depression / low self-esteem
Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang rendah menilai dirinya sendiri tidak mampu untuk mendapatkan sesuatu hal yang baik dalam hidupnya dan mudah menyerah dalam menghadapi masalah
- Rebellious
Pola asuh yang otoratif mempengaruhi kecendrungan berperilaku seseorang. Hal ini banyak ditemukan pada remaja. Remaja yang menjadi pemberontak cenderung mengabaikan tugas meskipun mereka mengetahui konsekuensinya jika tidak mengerjakan tugas itu.
- Pessimistic / internal
Seseorang yang pesimis mempunyai kecendrungan untuk menunda tugas. Seseorang yang pesimis belum tentu mengarah ke depresi, namun mereka mempunyai kecendrungan untuk menunda tugas penting. Jika mereka mampu mengerjakan sesuatu dengan baik, mereka akan berpikir bahwa hal tersebut terjadi karena faktor dari luar diri mereka
- Irrational beliefs
Kepercayaan yang irasional, bersifat negative, seperti tidak pantas untuk berhasil, kepercayaan diri yang rendah, kecemasan yang tinggi membuat seseorang mempercayai jika dia berhasil maka dia akan dijauhi oleh teman-temannya.
- Lack of achievement motivation
Motivasi berprestasi terdiri dari 3 dimensi, yaitu kebutuhan untuk memperoleh pengetahuan dan memecahkan masalah akademis, dan prestasi dipandang sebagai pemenuhan ego, prestasi dapat membuat seseorang cepat mendapatkan pekerjaan. Kurangnya motivasi berprestasi dapat membuat seseorang mengalami kegagalan untuk menyelesaikan tugasnya.
- Poor self-control / impulsiveness
Individu dapat menjadi frustasi karena kurangnya kontrol diri untuk mengendalikan insting dan dorongan alamiahnya
- Disorganization
Kesulitan untuk menjadi seseorang yang teratur. Ketidakteraturan dan kecemasaan yang timbul bersamaan adalah ciri seseorang untuk menjadi procrastinator.
2.2.3. Faktor-faktor Prokastinasi Akademik
Steel (2007) menyebutkan ada 8 faktor yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan prokrastinasi. Faktor-faktor tersebut adalah :
- Keengganan untuk segera mengerjakan tugas
Mahasiswa tidak segera mengerjakan tugas karena melakukan penghindaran diri. Mahasiswa mempunyai kemampuan untuk mengerjakan tugas tersebut tetapi dia tidak segera mengerjakannya karena mahasiswa menyadari adanya ancaman dari tugas tersebut. Hal ini dikarenakan pemberian insentif dan reward yang tidak sebanding. Seperti mengeluarkan biaya yang besar dan banyak menyita waktu untuk mengerjakan tugas tersebut.
- Khawatir akan mendapat kegagalan
Mahasiswa melakukan prokrastinasi karena mereka kurang mempunyai kepercayaan diri. Mereka ragu akan tugas yang dikerjakan tidak maksimal dan tidak sesuai dengan hasil yang mereka inginkan. Hal ini diperkuat oleh Ferrari (dalam Neville, 2007) bahwa mahasiswa sangat peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang mereka, mereka lebih suka orang lain berpikir bahwa mereka tidak memiliki usaha daripada kemampuan.
- Depresi atau suasana hati yang kurang baik
Faktor ini berhubungan dengan “mood” atau di beberapa kasus depresi merupakan kondisi yang serius. Mahasiswa menunggu mereka mempunyai mood yang baik untuk mengerjakan tugas. Jika mood mereka sedang tidak baik, maka penundaan pekerjaan akan mereka lakukan
- Memberontak
Mahasiswa menjadi prokrastinator karena mereka merasa tugas yang diberikan tidak adil, terlalu banyak untuk dikerjakan dalam satu waktu, dan mahasiswa merasa tugas tersebut tidak penting untuk dikerjakan sehingga mereka malas untuk mengerjakannya.
- Impulsiveness and distraction
Blatt dan Quinn mengatakan orang-orang yang impulsive lebih menyukai prokrastinasi. Mereka cenderung lebih sibuk pada keadaan yang sedang terjadi daripada keadaan masa depan. Perhatian mereka mudah sekali beralih pada kejadian yang terjadi di sekitar mereka daripada tugas yang sedang mereka kerjakan.
- Waktu pengerjaan tugas
Waktu merupakan salah satu pengaruh yang bisa menimbulkan dampak munculnya prokastinasi. Misalnya pada saat seorang mahasiswa melakukan perjalanan liburan, sementara ada tugas yg harus dikerjakan mereka cenderung menundanya. Hal itu karena adanya kebiasaan dimana saat liburan mereka tidak harus mengerjakan tugas apapun, sementara ketika mereka masuk kuliah dan mendapat tugas, mereka menjadi cenderung santai dan menyepelekan adanya deadline tugas tersebut.
- Faktor-faktor lingkungan
Dalam penelitian yang dilakukan Onwuegbuzie and Jiao dikatakan bahwa lingkungan akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan prokrastinasi. Contohnya lingkungan yang kotor dan lingkungan yang berisik dapat mempengaruhi keinginan seseorang dalam melakukan kegiatan belajar. Jika mereka merasa tidak nyaman dengan lingkungannya maka timbul kecendrungan untuk menunda kegiatannya.
- Suka bekerja dibawah tekanan
Steel (2007) menemukan beberapa mahasiswa sangat senang bekerja dibawah tekanan. Mahasiswa merasa lebih bisa mengeluarkan ide dan dapat bekerja dengan lebih baik jika sudah berada dekat pada waktu deadline. Tetapi walaupun mereka suka bekerja dibawah tekanan, hasil yang mereka peroleh tidak optimal.
2.2.4. Indikator Prokrastinasi Akademik
Ferrari, dkk. (1995) menjelaskan bahwa perilaku prokrastinasi akademis dapat dimanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat dikur dan diamati dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi. Prokastinator mengetahui bahwa tugas yang harus dikerjakan sangat penting tetapi ia menunda pekerjaan tersebut sampai batas akhir waktu yang diberikan karena ia merasa tugas yang diberikan sudah dikerjakan pada sebelumnya, sehingga prokastinator menunda pekerjaan atau tugas tersebut dan tidak menyelesaikannya sampai tuntas
- Keterlambatan dalam mengerjakan tugas. Prokastinator membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pengerjaan tugas yang diberikan. Mereka tidak memperhitungkan waktu yang diberikan, sehingga mereka banyak membuang waktu untuk hal-hal yang tidak penting untuk dilakukan.
- Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual. Seseorang biasanya membuat perencanaan waktu dalam menyelesaikan pengerjaan tugas atau pekerjaan. Akan tetapi jika tiba pada saat yang ditentukan, mereka tidak mengikuti perencanaan yang sudah dibuat. Sehingga mereka menjadi seorang prokastinator dan sulit menyelesaikan pekerjaannya pada saat waktu yang ditentukan. Seorang prokastinator juga sering mengalami kesulitan menyelesaikan tugas pada batas tenggat waktu yang diberikan.
2.2.5. Bentuk-bentuk Prokrastinasi Akademik
Menurut Ferrari, et al (1995) membagi bentuk-bentuk prokrastinasi menjadi 2 bagian, yaitu :
- Functional procrastination atau prokrastinasi fungsional
Prokrastinasi fungsional berarti seseorang melakukan penundaan menyelesaikan tugas karena mempunyai tujuan untuk memperoleh informasi yang lengkap dan akurat. Contohnya adalah mahasiswa melakukan perpanjangan waktu skripsi karena ingin mendapatkan nilai terbaik.
- Dysfunctional procrastination atau prokrastinasi disfungsional
Prokrastinasi disfungsional berarti seseorang melakukan penundaan menyelesaikan tugas yang merupakan prioritas tinggi tanpa didasari oleh alasan yang berarti. Contohnya adalah mahasiswa melakukan penundaan penyelesaian tugas karena mereka berpikir menonton televisi lebih penting daripada menyelesaikan tugas.
2.3. Teori Subjek Penelitian
2.3.1. Pengertian Mahasiswa
Menurut UU Pendidikan Nasional no: 23/2003, pengertian mahasiswa adalah siswa atau peserta didik pada perguruan tinggi atau pada pendidikan tinggi. Daldiyono (2009) menjelaskan ada 3 karakteristik mahasiswa, yaitu :
- Lulusan dari Sekolah Menengah Atas
- Telah menjalani pendidikan selama 12 tahun
- Umur mahasiswa berkisar 16 tahun – 24 tahun
2.3.2. Mahasiswa Universitas Bina Nusantara
Mahasiswa Universitas Bina Nusantara program sarjana adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang melakukan program studi Strata-1 untuk meraih gelar sarjana. Mahasiswa Universitas Bina Nusantara harus menjalani studi selama 3,5 tahun sampai 5 tahun untuk meraih gelar sarjana. Mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang sedang menjalani skripsi berkisar antara umur 21 tahun sampai 25 tahun.
2.3.3. Masa Dewasa Awal
Hurlock (2004) mendefinisikan masa dewasa awal adalah masa dimana individu yang telah menyelesaikanpertumbuhannya dan siap menerima kedudukan yang ada dalam masyarakat bersamaan dengan individu dewasa lainnya. Masa dewasa awal (early aduthood) biasanya dimulai pada akhir usia belasa atau permulaan usia 20-an dan berlangsung sampai usia 30-an (Santrock, 2003). Masa ini merupakan waktu untuk membentuk kemandirian pribadi dan ekonomi. Ada sebuah penelitian yang mengatakan lebih dari 70% mahasiswa mengatakan bahwa menjadi dewasa berani menerima tanggung jawab atas akibat dari tindakan sendiri, menentukan nilai dan keyakinan sendiri, dan membentuk hubungan dengan orangtua sebagai sesama orng dewasa (Arnet, 1995, dalam Santrock, 2003). Jahja (2011) menambahkan bahwa masa dewasa awal dikatakan sebagai masa yang sulit bagi individu karena pada masa ini seseorang dituntut untuk melepaskan ketergantungannya terhadap orang tua dan berusaha untuk dapat menjadi mandiri.
Ada beberapa ciri-ciri masa dewasa awal menurut Hurlock (2004), yaitu :
- Masa usia reproduktif
Dinamakan sebagai masa produktif karena pada rentang usia ini adalah masa-masa yang cocok untuk menentukan pasangan hidup, menikah, dan berproduksi/menghasilkan anak. Pada masa ini organ reproduksi sangat produktif dalam menghasilkan individu baru (anak).
- Masa bermasalah
Masa dewasa dikatakan sebagai masa yang sulit dan bermasalah. Hal ini dikarenakan seseorang harus mengadakan penyesuaian dengan peran barunya (perkawinan VS pekerjaan). Jika ia tidak bisa mengatasinya maka akan menimbulkan masalah. Ada 3 faktor yang membuat masa ini begitu rumit yaitu; Pertama, individu tersebut kurang siap dalam menghadapi babak baru bagi dirinya dan tidak bisa menyesuaikan dengan babak/peran baru tersebut. Kedua, karena kurang persiapan maka ia kaget dengan 2 peran/lebih yang harus diembannya secara serempak. Ketiga, ia tidak memperoleh bantuan dari orang tua atau siapapun dalam menyelesaikan masalah.
- Masa keterasingan Sosial
Masa dewasa dini adalah masa dimana seseorang mengalami “krisis isolasi”, ia terisolasi atau terasingkan dari kelompok sosial. Kegiatan sosial dibatasi karena berbagai tekanan pekerjaan dan keluarga. Hubungan dengan teman-teman sebaya juga menjadi renggang. Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat untuk maju dalam berkarir.
- Masa komitmen
Pada masa ini juga setiap individu mulai sadar akan pentingnya sebuah komitmen. Ia mulai membentuk pola hidup, tanggungjawab, dan komitmen baru.
- Masa perubahan nilai
Nilai yang dimiliki seseorang ketika ia berada pada masa dewasa dini berubah karena pengalaman dan hubungan sosialnya semakin meluas. Nilai sudah mulai dipandang dengan kaca mata orang dewasa. Nilai-nilai yang berubah ini dapat meningkatkan kesadaran positif. Alasan kenapa seseorang berubah nilia-nilainya dalam kehidupan karena agar dapat diterima oleh kelompoknya yaitu dengan cara mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati. Pada masa ini juga seseorang akan lebih menerima/berpedoman pada nilai konvensional dalam hal keyakinan. Egosentrisme akan berubah menjadi sosial ketika ia sudah menikah.
- Masa penyesuaian diri dengan hidup baru
Ketika seseorang sudah mencapai masa dewasa berarti ia harus lebih bertanggungjawab karena pada masa ini ia sudah mempunyai peran ganda (peran sebagai orang tua dan sebagai pekerja).
Untuk lulus dari perguruan tinggi, mahasiswa Universitas Bina Nusantara diwajibkan untuk membuat suatu penelitian atau yang biasa disebut dengan skripsi. Semua mahasiswa ingin lulus tepat waktu, tetapi hampir semua dari mereka mengalami kesulitan pada saat pengerjaan skripsi. Oleh karena itu, penulis melakukan wawancara kepada tiga wisudawan dan tujuh mahasiswa dari Universitas Bina Nusantara tentang hal-hal yang mempengaruhi pengerjaan skripsi mereka. Banyak dari mereka yang mengalami kesulitan untuk menuangkan ide kedalam tulisan, menentukan judul skripsi, menyusun skripsi dan memperbaikinya sesuai dengan standart yang ditetapkan. Di samping itu, mereka cemas untuk menghadapi sidang sehingga timbul perasaan perasaan tertekan, khawatir, dan ketakutan. Faktor-faktor inilah yang kemudian memicu stres pada mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi.
Sarafino (2008) membagi 2 aspek utama dari dampak yang ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Kedua aspek tersebut saling mempengaruhi dan tidak dapat dilepaskan. Aspek biologis adalah aspek yang mempengaruhi kondisi tubuh kita sehingga kondisi tubuh menjadi menurun pada saat kita sedang mendapat stres. Aspek psikologis dibagi menjadi 3, yaitu gejala kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku. Aspek psikologis adalah gejala kognisi, emosi, dan tingkah laku yang mempengaruhi kondisi psikis kita dan ketika dalam keadaan stres, salah satu dari gejala yang ada dapat menurun dan mempengaruhi gejala yang lainnya. Kondisi ini mengakibatkan seseorang menjadi sakit secara fisik maupun mental.
Keadaan-keadaan yang timbul diatas dapat secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh dalam pengerjaan skripsi karena saat stres tubuh individu akan mengaktifkan respon melawan dan menghindar yang akibatnya individu akan mengeluarkan banyak energi yang dapat menyebabkan keletihan baik secara mental maupun fisik dan biasanya keadaan ini akan ditandai dengan adanya penurunan produktivitas, sulit berkonsentrasi, rentang perhatian yang berkurang, kemampuan individu untuk mengingat informasi menjadi sangat terbatas dan pengambilan keputusan yang terpengaruh (Somerville, 2003). Sehingga jika mereka terus-menerus mengeluarkan banyak energi, stres yang mereka rasakan pun bertambah. Pada dasarnya sifat stres adalah tidak menyenangkan sehingga stres dihindari oleh semua orang. Jika seseorang terus memaksakan target yang terlalu tinggi tanpa istirahat maka tingkat stres seseorang akan semakin tinggi.
Nooreza (2011) mengatakan bahwa stres yang terus-menerus dipaksakan akan bertambah buruk dalam pengerjaan skripsi dan berdampak menjadi penundaan atau yang disebut prokrastinasi. Dalam menghadapi stres, mahasiswa cenderung melakukan tindakan lain untuk menghilangkan tekanan stres yang muncul. Pada awalnya, mereka berusaha untuk melakukan tindakan relaksasi seperti istirahat sejenak, namun tindakan ini berlanjut sehingga mereka lupa akan tujuan awal mereka. Penundaan dikatakan sebagai prokrastinasi apabila penundaan tersebut dilakukan pada tugas yang dianggap penting, dilakukan berulang-ulang secara sengaja, dan menimbulkan perasaan tidak nyaman secara subyektif yang dirasakan oleh individu yang melakukannya (Solomon dan Rothblum, dalam Ghufron, 2003). Sehingga tindakan yang mereka lakukan ini dinamakan prokrastinasi.
Ferrari et al. (1995)mendefinisikan prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik, seperti tugas kuliah. Steel (2007) menjelaskan bahwa prokrastinasi terjadi jika rendahnya kesadaran dan ketertarikan mahasiswa dalam mengerjakan tugasnya. Akibat dari rendahnya kesadaran tersebut maka muncul niat untuk menunda pengerjaan skripsi. Selain itu, keterlambatan dalam menyelesaikan tugas berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik. Ditambah pula dengan kesenjangan waktu yang direncanakan dengan kinerja aktual yang dilakukan membuat seseorang menjadi stres, sehingga mahasiswa mencari aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada mengerjakan skripsi. Akibat dari tindakan tersebut, maka mahasiswa melakukan prokrastinasi akademik.
Untuk mendukung penelitian prokrastinasi yang dilakukan, penulis melakukan pengamatan pada mahasiswa yang mengambil skripsi pada semester lalu dan pada hasil yang didapat, masih banyak mahasiswa Universitas Bina Nusantara menyerahkan skripsinya dengan terburu-buru mendekati waktu deadline dan jumlah mahasiswa yang memperpanjang waktu pengerjaan skripsi di semester selanjutnya semakin meningkat. Disamping itu, penulis mewawancarai tiga wisudawan dan tujuhmahasiswa Universitas Bina Nusantara dimana menurut mereka, mereka cenderung memiliki kecemasan dalam diri yang menyebabkan mereka mengulur-ulur waktu untuk mengerjakan skripsi. Mereka juga lebih mementingkan kegiatan lain yang mereka anggap menyenangkan seperti jalan-jalan daripada mengerjakan skripsi. Kegiatan tersebut awalnya hanya untuk menghilangkan kejenuhan mereka dalam membuat skripsi tetapi setelah melakukan kegiatan menyenangkan tersebut, mereka menjadi cenderung tidak fokus untuk mengerjakan skripsi. Hal ini membuat proses pengerjaan skripsi menjadi tertunda lantaran mereka berpikir bahwa pengerjaan skripsi bisa dilakukan di lain waktu.
Yuliana Putri Sari